
Ariel Sharon (Bahasa Ibrani: אֲרִיאֵל שָׁרוֹן, juga dikenal dengan Arik) (lahir di Kfar Malal, Mandat Britania atas Palestina, 26 Februari 1928 – meninggal di Tel Aviv, Israel, 11 Januari 2014 pada umur 85 tahun) adalah seorang politikus dan jenderal Israel.
Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Israel dari 7 Maret 2001 hingga 14 April 2006. Kekuasaannya sebagai perdana menteri kemudian digantikan oleh Perdana Menteri (sementara) Ehud Olmert karena ia terkena serangan stroke pada Januari 2006. Ia mengalami koma dalam waktu yang lama, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat kembali menjalankan tugas-tugas sebagai pemimpin pemerintahan.
Ia lahir di Kfar Malal (Mandat British Palestina) dan tampil sebagai pemimpin politik serta militer berkebangsaan Israel. Sharon juga pernah menjadi pemimpin Likud, partai terbesar dalam koalisi pemerintah dalam parlemen Israel, Knesset, hingga ia mengundurkan diri dari partai tersebut pada 21 November 2005. Ia kemudian membentuk partai baru bernama Kadima.
Selama tiga puluh tahun Sharon berdinas sebagai anggota Angkatan Bersenjata Israel. Pangkat tertingginya adalah Mayor Jenderal. Ia menjadi terkenal di Israel karena keterlibatannya dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan Perang Yom Kippur pada tahun 1973.
Ariel Sharon juga bertanggung jawab pada tragedi pembantaian Qibya pada 13 Oktober 1953 di mana saat itu 96 orang Palestina tewas oleh Unit 101 yang dipimpinnya dan pembantaian Sabra dan Shatila di Libanon pada 1982 yang mengakibatkan antara 3.000 - 3.500 jiwa terbunuh, sehingga ia dijuluki sebagai 'Tukang Jagal dari Beirut'.
Ia lahir dengan nama Ariel Scheinermann (Shinerman) dari sebuah keluarga pendukung gerakan Zionis. Pada usia 17 tahun, ia bergabung dengan kelompok mafia Haganah yang aktivitasnya meneror rakyat Palestina. Dalam melancarkan aksi teror, ia secara bergantian berada di bawah komando Perdana Menteri David Ben Gurion, Itzhak Shamir, dan Yitzhak Rabin.
Pada masa perang kemerdekaan Israel tahun 1948, di usianya yang ke-20, ia telah menjadi seorang komandan infantri Israel dalam Brigade Alexandroni.
Pada saat ia hendak membakar sebuah ladang, tiba-tiba rentetan peluru
pejuang Palestina menembus tubuhnya. Luka itu hampir saja merenggut
nyawanya kalau saja ia tak diselamatkan rekannya. Pada tahun itu juga,
ia melanjutkan studi di bidang hukum di Universitas Ibrani di Yerusalem. Pada 1953, ia membentuk sekaligus memimpin unit komando khusus " Unit 101"
yang bertugas melakukan operasi-operasi khusus tingkat tinggi. Ia
diangkat menjadi komandan dari korps para-komando dan terlibat dalam
perang memperebutkan Sinai pada tahun 1956. Pada tahun 1957, ia meneruskan pendidikan kemiliterannya di Camberley Staff College, Inggris.
Selama tahun 1958-1962, Sharon pernah menjadi komandan Brigade Infantri, memimpin Pusat Pendidikan Infantri dan mengikuti sekolah hukum di Universitas Tel Aviv. Pada Perang Enam Hari (1967) yang melibatkan Israel melawan bangsa Arab,
ia menjabat sebagai komandan sebuah divisi tentara dengan Brigadir
Jenderal. Kemudian, ia mengundurkan diri dari dinas ketentaraan pada
tahun 1972. Ketika terjadi Perang Yom Kippur pada tahun 1973, ia dipanggil untuk memimpin divisi tentara yang harus menyeberangi Terusan Suez.
Karier politiknya berawal pada tahun 1973 saat ia terpilih menjadi anggota Knesset.
Tetapi, ia mengundurkan diri setahun kemudian untuk menjadi Penasehat
Keamanan bagi Perdana Menteri Yitzhak Rabin. Ia kembali ke Knesset pada
tahun 1977 dan menerima jabatan sebagai Menteri Pertanian. Kemudian, ia menjabat Menteri Pertahanan (1981-1983) ketika berkecamuk perang Lebanon saat tentara Israel memasuki Lebanon atas perintahnya.
Ariel Sharon kemudian mengundurkan diri ketika sebuah komisi
pemerintah menuduhnya terlibat secara tidak langsung dalam penyerangan September 1982 atas kaum pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila yang dilakukan oleh milisi Maronit Lebanon. Korban dalam peristiwa tersebut mencapai lebih 3.000 orang terbunuh. Selain, ia bertanggung jawab pada tragedi pembantaian Qibya 13 Oktober 1953
yang menewaskan 96 orang Palestina oleh Unit 101 yang dipimpinnya. Atas
dua peristiwa tersebut, sebagian orang menjulukinya sebagai "Penjagal
dari Beirut".
Periode 1984-1990, ia kembali memasuki kabinet dan menjabat sebagai Menteri Industri dan Perdagangan. Setelah itu, selama dua tahun, ia menjadi Menteri Perumahan dan Konstruksi. Periode Juli 1996-Juli 1999, ia menjabat sebagai Menteri Infrastruktur Nasional dan sebagai Menteri Luar Negeri (Oktober 1998-Juli 1999). Pada sidang Knesset bulan Mei 1999, ia terpilih sebagai Ketua Partai Likud menyusul mundurnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Karier politiknya mencapai puncak ketika ia terpilih menjadi Perdana Menteri Israel pada Februari 2001.
Di tengah penjagaan yang sangat ketat, Ariel Sharon mengangkat sumpah
jabatan sebagai perdana menteri ke-11 di depan Forum Knesset pada 7 Maret
2001. Pengambilan sumpah dilakukan setelah ia berhasil membentuk
pemerintah persatuan nasional dengan spektrum politik yang paling luas
dalam sepanjang sejarah Israel. Koalisi yang dipimpinnya mencapai dua
kesepakatan dasar menyangkut masa depan perdamaian.
Langkah penarikan mundur pasukan dari Jalur Gaza menimbulkan pertentangan serius di tubuh partai, sementara dalam Partai Buruh terjadi pergantian pimpinan. Kursi Ketua Partai Buruh beralih dari Shimon Peres ke Amir Peretz. Ia merespons langkah tersebut dengan mundur dari Partai Likud (21 November 2005) untuk membentuk partai baru yang diberi nama Partai Kadima (bahasa Ibrani: קדימה, Qādīmāh, "maju ke depan") yang beraliran sentris.
Pada tanggal 18 Desember 2005 Sharon mengalami stroke
ringan dan segera dibawa ke rumah sakit. Ia dirawat selama dua hari dan
dijadwalkan akan menjalani operasi pada jantungnya pada 5 Januari 2006. Namun pada 4 Januari 2006 ia kembali masuk ke rumah sakit dari peternakannya di daerah Negev.
Rupanya ia kembali mengalami stroke, dan kali ini tampaknya agak parah.
Bersamaan dengan serangan stroke itu, Sharon mengalami pendarahan otak. Sharon menjalani operasi selama tujuh jam untuk menghentikan pendarahan itu dan membuang darah yang mengumpul di otaknya. . Ia dirawat di unit perawatan intensif dan kecil sekali kemungkinannya untuk kembali ke ajang politik, andaikata pun ia berhasil bertahan.
Sementara itu, tugas-tugasnya sebagai perdana menteri dialihkan kepada Wakil Perdana Menteri Ehud Olmert, yang saat ini berfungsi sebagai Penjabat Perdana Menteri.
Anggota-anggota kunci dalam Partai Kadima mengatakan bahwa mereka
akan mendukung Olmert. Hal ini mengurangi kekuatiran bahwa gerakan
tersebut, yang dibentuk oleh Sharon dua bulan yang lalu, akan retak
apabila Sharon tidak ada. Sebuah jajak pendapat yang baru memperlihatkan
Kadima akan menang dalam pemilu 28 Maret di bawah pimpinan Olmert.
Para pemimpin Palestina, yang menyelenggarakan pemilunya sendiri pada
25 Januari, mengatakan bahwa mereka berhubungan dengan para pejabat
Israel untuk mengikuti kondisi Sharon. "Kami memantau cermat
situasinya," kata perunding Palestina Saeb Erekat.
Kondisi kesehatan Ariel Sharon membuat banyak pihak was-was dan prihatin terhadap masa depan rencana perdamaian di Timur Tengah. Kebijakan Sharon untuk melakukan pengunduran diri dari Jalur Gaza dan Tepi Barat
diyakini sejumlah pihak sebagai langkah maju menuju perdamaian dengan
bangsa Palestina. Namun kebijakan ini banyak mengalami tantangan dari
golongan kanan di Israel.
Pada 11 Februari 2006, kondisinya memburuk dan ia kembali harus menjalani pembedahan darurat setelah sistem pencernaannya rusak parah.
Pada 11 April 2006, Kabinet Israel mengangkat Olmert sebagai Perdana Menteri Sementara yang berlaku mulai tanggal 14 April,
kecuali apabila kesehatan Sharon membaik. Pada 14 April Sharon
dinyatakan "berhalangan tetap", karena sudah 100 hari ia dirawat di
rumah sakit. Dengan demikian Olmert resmi menggantikannya pada hari itu.
DOSA-DOSA ARIEL SHARON
Selain pencaplokan wilayah Palestina
sejumlah dosa besar yang diduga kuat pernah dilakukan mantan Perdana
Menteri Israel, Ariel Sharon adalah tragedi pembantaian pengungsi
Palestina di Camp Sabra dan Shatila Lebanon. Ribuan jiwa warga tak
berdosa melayang di kamp tersebu dalam sebuah aksi serbuan bulan
September 1982.
Kala itu Israel tengah menduduki Lebanon
disebut mempersenjatai dan melatih milisi ekstrimis Kristen Maronit
yang dipimpin partai Phalangist untuk melakukan pembantaian.
Dengan dalih memburu anggota Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO) Ariel Sharon yang kala itu menjadi Menteri
Pertahanan Israel merestui serangan. Akibatnya diperkirakan korban jiwa
yang jatuh antara 800 hingga 3000 orang meninggal baik dari pengungsi
Palestina maupun warga setempat.
Setelah peristiwa tersebut sejumlah
pihak memintanya mundur dar jabatan Menteri Pertahanan sebagai pentuk
pertangungjawaban. Namun ia tidak mundur dan tak tersentuh hukum.
Kemudian Sharon terpilih sebagai Perdana
Menteri pada 2001 sejumlah keluarga korban memperkarakan kasus tersebut
di Belgia. Peradilan di Belgia tahun 2003 memutuskan Sharon bersalah
dalam kasus tersebut. Namun, Israel mempertanyakan yurisdiksi pengadilan
Belgia yang menyidangkan kasus tersebut membuat Sharon tak dapat
dihukum.
Setelah desakan dari berbagai pihak
Israel sendiri melakukan penyelidikan. Hasilnya, Sharon disebut
bertanggung jawab. Namun bukan atas nama institusi yang dipimpinnya tapi
atas nama pribadi. Ia disebut bersalah karena melakukan pembiaran
terhadap pembantaian itu.
‘’Ariel Sharon telah terbukti secara
personal bertanggung jawab oleh penyelidikan Israel atas kegagalan dalam
mencegah pembantaian,’’ tulis kantor berita BBC, Sabtu (11/1).
Sharon sendiri meninggal dunia Sabtu
(11/1) sore setelah terbujur kaku dalam kondisi koma sekitar delapan
tahun. Serangan stroke dan komlikasi penyakit membuatnya terus menerus
dalam perawatan dokter sejak tahun 2006. Panyakit tersebut juga yang
menghentikan karir politiknya untuk kemudian diganti sebagai perdana
menteri oleh Ehud Olmert.
0 komentar:
Posting Komentar